|
sumber: http://www.qimisummit.com/ |
Bukit
demi bukit kami lewati dengan penuh perjuangan. Peluh membanjir hampir di
setiap bagian tubuh, bercampur dengan material debu yang mengepul tiap kaki ini
menapak.
“Plawangan
masih jauh, pak?” aku bertanya pada seorang porter yang kebetulan sedang
mendaki mengantar turis asing.
“Sebentar
lagi juga sampai, dek.” Jawabnya. “Side olek mbe’?”
“Hah,
apa, pak?” aku dan yang lain mengernyitkan dahi.
Si
bapak porter tertawa. “Oh, saya kira dari Lombok saja. Maksud saya tadi, kamu
darimana?”
“Dari
Jawa, pak. Ada yang Semarang, Brebes, Jogja…”
“Oh,
ya sudah mari kita melanjutkan perjalanan. Sedikit lagi sampai kok. Ini sudah
bukit ke-4. Tinggal 3 bukit lagi.” Ajak bapak itu dengan bersemangat. Ia
melanjutkan langkah kakinya yang lebar mengikuti langkah turis asing di
depannya.
Aku
memandang dengan takjub sekaligus heran. Apa dia tidak merasa lelah setiap hari
naik turun Rinjani? Lihat, ia hanya memakai celana kain tipis, kaos oblong dan
sandal jepit sebagai alas kaki. Jauh dari kata safety yang mutlak wajib bagi para pendaki. Ia hanya memikul dua
keranjang yang berisi bahan makanan dan beberapa sleeping bag. Tiba-tiba aku jadi mengkhawatirkan mereka. Tapi aku
juga mengkhawatirkan diri sendiri apakah aku bisa melanjutkan pendakian ini. Tungkai
kakiku gemetaran menopang tubuh dan carrier
yang kubawa. Harusnya aku bisa minta tolong Bagas untuk membawakan carrierku juga. Anyway, sudah sampai dimana itu bocah? Sudah berleha-leha di
Plawangan bersama bule seksi tadi kah? Agh!
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO