Rabu, 22 Oktober 2014

Pak Porter, Profesimu Bertaruh Nyawa!


sumber: http://www.qimisummit.com/

Bukit demi bukit kami lewati dengan penuh perjuangan. Peluh membanjir hampir di setiap bagian tubuh, bercampur dengan material debu yang mengepul tiap kaki ini menapak.
“Plawangan masih jauh, pak?” aku bertanya pada seorang porter yang kebetulan sedang mendaki mengantar turis asing.
“Sebentar lagi juga sampai, dek.” Jawabnya. “Side olek mbe’?”
“Hah, apa, pak?” aku dan yang lain mengernyitkan dahi.
Si bapak porter tertawa. “Oh, saya kira dari Lombok saja. Maksud saya tadi, kamu darimana?”
“Dari Jawa, pak. Ada yang Semarang, Brebes, Jogja…”
“Oh, ya sudah mari kita melanjutkan perjalanan. Sedikit lagi sampai kok. Ini sudah bukit ke-4. Tinggal 3 bukit lagi.” Ajak bapak itu dengan bersemangat. Ia melanjutkan langkah kakinya yang lebar mengikuti langkah turis asing di depannya.

Aku memandang dengan takjub sekaligus heran. Apa dia tidak merasa lelah setiap hari naik turun Rinjani? Lihat, ia hanya memakai celana kain tipis, kaos oblong dan sandal jepit sebagai alas kaki. Jauh dari kata safety yang mutlak wajib bagi para pendaki. Ia hanya memikul dua keranjang yang berisi bahan makanan dan beberapa sleeping bag. Tiba-tiba aku jadi mengkhawatirkan mereka. Tapi aku juga mengkhawatirkan diri sendiri apakah aku bisa melanjutkan pendakian ini. Tungkai kakiku gemetaran menopang tubuh dan carrier yang kubawa. Harusnya aku bisa minta tolong Bagas untuk membawakan carrierku juga. Anyway, sudah sampai dimana itu bocah? Sudah berleha-leha di Plawangan bersama bule seksi tadi kah? Agh!


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar