Selasa, 08 Oktober 2013

Pendakian Merapi (2964 MDPL)


Sabtu 5 Oktober kemarin, aku mendaki gunung api paling aktif sedunia. Merapi. Gunung yang berketinggian 2965 meter di atas permukaan laut tersebut terletak diantara Magelang, Jogja, Klaten, dan Boyolali.
Aku berangkat bersama Pongky, Mbak Rima, Mas Andre, Indri, Nadia, Bang Indra, Sabeth, Irawan, Faruq dan Stevie dengan total personil 11 orang. Hampir seluruh personil sudah berpengalaman mendaki gunung kecuali Bang Indra, pacarnya Nadia yang baru pertama kali mendaki.
Kami kesana naik motor dari Semarang  ke Desa Selo melewati Boyolali. Berdasarkan informasi, sekarang mendaki Merapi hanya bisa lewat jalur New Selo karena yang lain sudah rusak karena erupsi tahun 2010.
sesampainya di Desa Selo, kami makan dulu di dekat pasar sebelum pos pendakian New Selo.
Setelah makan, shalat, barulah kami menuju pos pendakian. Sudah diduga sebelumnya, pos akan ramai oleh para pendaki karena itu hari weekend. Yah, baguslah kalo begitu. Senang rasanya bertemu dengan para petualang dan pecinta alam dari berbagai penjuru, termasuk dari luar negeri. Setelah lama berkecimpung dengan intelek-intelek yang... ahh... agak membosankan.
Keramaian pos New Selo
Di pos pendakian, kami membayar retribusi sebesar 5000 rupiah per-orang. Usai melakukan registrasi dan packing dengan benar, kami pun memulai pendakian pada pukul 4 sore. Dimulai dengan perjalanan menuju Joglo, dimana terdapat tulisan NEW SELO sebesar tulisan di bukit HOLLYWOOD. Perjalanan ini membutuhkan waktu setidaknya 10 menit dari pos pendakian.
Pendakian terasa sangat mengasyikkan, apalagi saat hari mulai gelap. Sensasinya jadi lebih menantang. Pongky dan aku berjalan paling depan, kemudian disusul oleh Irawan, Sabeth dan Stevie. Ternyata di pos 1, kami mulai terpisah dengan rombongan yang berjalan di belakang (Indri, Nadi, Bang Indra, Mbak Rima, dan Mas Andre) mereka melewati jalur bawah yang lebih cepat sampai. Kami bertemu lagi dengan mereka di pos 2. Waktu sudah menunjukkan jam 8 malam dan kami belum juga menemukan tempat yang pas untuk mendirikan tenda karena sudah penuh dengan pendaki lainnya. Akhirnya kami memutuskan untuk ngecamp saja di Pasar Bubrah, pos terakhir sebelum puncak. Setelah melewati Watu Gajah, angin kencang sekali membuat kami menggigil kedinginan walaupun terus bergerak dan berkeringat. Aku rasanya sudah tidak kuat lagi ingin istirahat di tenda. Tapi tidak mungkin mendirikan tenda di tempat yang curam, tanpa pelindung dan penuh dengan kerikil bebatuan. Kami terus dan terus mendaki, mengalahkan angin kencang yang menerpa sehingga akhirnya sampailah kami di Pasar Bubrah pada jam 9 malam. Artinya kami membutuhkan waktu 5 jam untuk mendaki dari New Selo sampai ke Pasar Bubrah.
Di tempat itu pun, sudah banyak yang mendirikan tenda. Bahkan ada yang tidur tanpa mendirikan tenda, padahal dinginnya luar biasa ekstrim. Super sekali orang-orang itu! Kami segera membongkar carrier dan memasang tenda dengan badan gemetaran. Tadinya kami mempunyai 4 tenda, tapi ternyata tenda Pongky tidak bisa dipakai karena frame-nya kurang. Jadi kami tidur sempit-sempitan dengan 11 orang dibagi ke 3 tenda. Aku memilih tidur di tenda kecil saja dengan Mbak Rima dan Mas Andre. Sementara Pongky bersama Irawan dan Faruq. Sisanya, tidur di tenda yang lumayan besar.
Kami tidak langsung tidur, karena perut yang keroncongan sudah memelas minta diisi. Kami memasak telur dadar dan sarden, sementara nasi sudah dibeli di warung makan desa Selo tadi sore.
Cobaan tidak hanya sampai disitu bagiku, karena aku tidak membawa sleeping bag. Meski sudah memakai berlapis-lapis pakaian, kain atau segala penutup anggota badan yang bisa dipakai, badanku masih saja menggigil. Kedinginan membuatku tidak bisa tidur, ditambah bayang-bayang cerita seram yang kudengar tentang Pasar Bubrah. untung saja pada jam setengah 3 pagi Mbak Rima bangun dan membagi sleeping bagnya denganku. Barulah aku bisa tidur.
 Jam lima pagi, kami memulai kembali pendakian menuju puncak. Kapan lagi bisa melihat sunrise seindah ini? meski badan masih menggelutuk kedinginan, tapi itu tidak menjadi masalah lagi. :) 
Matahari terbit saat akan meninggalkan Pasar Bubrah menuju puncak.
Ini dia puncaknya.
Kawah Merapi nan menyeramkan
Dari Pasar Bubrah menuju puncak itu sungguh luar biasa track-nya. Pasir dan batu membuat kami harus jalan merayap. Dan itu sangat melelahkan. Kelihatannya sih dekat, tapi butuh 2 jam untuk mendakinya. Puncak dengan ketinggian 2964 MDPL ini bukanlah puncak Garuda. Puncak Garuda sudah hilang karena erupsi merapi tahun 2010.
Orang lagi ngambek.
Pemandangan di puncak sungguh indah. Kita dapat menyaksikan kawah, gunung tetangga yaitu Merbabu, dan hamparan peradaban manusia yang membentang di bawah sana. Ah, susah untuk dideskripsikan.
Tapi sungguh sayang, ada saja yang membuat mood turun disaat istimewa seperti ini. Dasar pacar! awas ya kalo kamu begitu lagi :(
Anak-anak IPAL (Sabeth, Stevie, Nadia dan Bang Indra)
Salam rimba~
Naaah, setelah puas di puncak. Pukul 8 kami turun lagi ke Pasar Bubrah. Kebalikan dari mendaki tadi, turun malah terasa sangat gampang. Karena medannya berpasir, kami bisa leluasa turun bagai naik skateboard. Sehingga waktu yang dibutuhkan tidak lebih dari setengah jam.
Sampai ke tenda, saatnya memasak sarapan! menu sarapan kami adalah mi goreng dan saraden (lagi). Lalu sehabis sarapan, packing... dan turun gunung. 
Bye bye Pasar Bubrah
Lihat, di pos 2 banyak tenda berjejer dengan warna yang atraktif :D
Ada satu yang kurang di Merapi. Edelweis tidak tumbuh subur disini. Memang masih dapat dijumpai pohonnya, tapi tidak ada satupun yang berbunga. Berbunga pun, bentuknya bantet dan hitam. Sayang sekali ya~
Edelweissss...
Pendakian kami pun berakhir pada jam 2 siang. Dengan waktu yang dibutuhkan 3-4 jam. Pongky, Mbak Rima dan Mas Andre sampai ke pos pendakian jam 1 siang. Sementara aku dan yang lainnya sampai jam 2 siang karena banyak istirahat. Kami sampai dengan selamat meski kaki sudah pengkor. 
Mission is completed!


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

2 komentar:

tiduronline mengatakan...

wah awesome.. dah lama di jogja blom pernah tuh mendaki.. soalnya kagak suka mendaki sih.. senengnya plorotan.. :D

Cora Bellato mengatakan...

asli jogja ya? merapi kan deket banget gan darisana :))

Posting Komentar