Kamis, 28 Maret 2013

Cerpen: Cobalah Mengerti, Sayang (2)



Besoknya lagi, aku masih berharap ia akan menemuiku. Setidaknya meminta maaf karena terlalu sok sibuk akhir-akhir ini. Aku sempat senang karena ternyata siang-siang bolong begini ia menelponku.
“Halo sayang,” sapanya padaku di telpon.
“Iya halo juga,” jawabku.
“Kamu lagi ngapain? Dimana?”
“Aku lagi di kosan aja. Kenapa?” jawabku lagi. Tiap dia bertanya seperti itu, aku memang biasanya menjawab lagi di kosan. Siapa tahu dia mau datang menemuiku. Walaupun kenyataannya pertanyaan itu Cuma basa-basi.
“Nggak apa-apa. Siang ini panas banget ya. Apa akunya aja yang belum terbiasa dengan kosan baru ini ya?” celotehnya. Tuh kan, cuma basa-basi.
“Nggg, iya kali.”
“Btw ayo sini, nyobain kosan baruku.”
“Kamu dulu yang kesini, baru aku mau kesitu. Gimana? Mau?”
“Hmmm. Kamu udah ke supermarketnya kemarin?”
“Udah.” Jawabku singkat. Dongkol, bukannya jawab pertanyaanku, dia malah bertanya balik.
“Yah, nggak bilang-bilang. Aku kan mau beli pasta gigi. Punyaku udah habis soalnya.”
“Lha kamu diajakin gitu, sibuk terus.”
“Tuh kan. Sewot.” Celetuknya.
“Lha emang iya kan, kamu sibuk terus? Atau cuma males aja pergi sama aku?”
“Kok gitu sih sayang. Aku kemarin itu memang bener-bener nggak bisa.”
Aku diam cukup lama. Di satu sisi ingin menumpahkan segala rasa kesal ini padanya, dan di sisi lain aku tidak ingin berkata apa-apa lagi padanya.
“Tau nggak, aku tuh kangen banget sama kamu, sama perhatian kamu yang dulu.” Ucapku akhirnya, setelah tertahan cukup lama di tenggorokan.
“Aku juga kangen kamu kok.”
“Tapi kenapa kamu nggak punya lagi waktu buat aku?? nggak pernah ngajakin aku jalan. Seenggaknya kalo kamu nggak punya waktu banyak, kamu bisa ngajakin aku makan. Kalo kamu lagi nggak punya uang, seenggaknya kamu bisa datang dan sekedar ngobrol bareng aku. Seenggaknya ka…”
“Sssssttt…. Jangan ngomong kayak gitu, sayang.”
“Kamu udah nggak butuh aku lagi? Udah bosen ketemu sama aku?” cercahku diikuti emosi yang kian memuncak.
“Nggak sayang. Jangan suka mikir aneh-aneh kayak gitu dong.”
“Ulangtahunku dua minggu yang lalu aja kamu lupa kan? Aku sudah menunggu sampai jam 12 malam, berharap kau yang pertama kali mengucapkan selamat ulangtahun. Tapi nyatanya, kamu baru menelponku besok siangnya. Dan kau tidak menyiapkan kado apa-apa untukku. Apa aku sudah segitu nggak pentingnya buat kamu?”
“Kalo soal itu maaf, aku memang salah karena telat ngucapin. Soal kado, aku bingung mau beliin kamu apaan. Kamu tau sendiri kan, aku tuh paling payah kalo soal ngasih kado? Kayak waktu adikku ulangtahun yang ke-19 kemarin, aku malah membelikannya tas boneka kayak anak SD.”
“Oke lah. Terus kenapa kamu nggak mau datang ke kosanku?”
“Abisnya kamu desak-desak aku gitu sih. Orangtua aku aja kalo nyuruh-nyuruh kayak gitu aku males ngelakuinnya. Aku tuh lebih suka melakukan sesuatu atas keinginanku sendiri, nggak di suruh-suruh, apalagi dipaksa-paksa.”
DEGG. Sakit rasanya mendengarnya. “J-jadi, kamu nggak mau datang kesini? Aku bukannya nyuruh, tapi ngajakin. Kamu diajakin aja nggak mau, apalagi nggak diajakin?? Mungkin kamu nggak akan pernah lagi datang nemuin aku disini.” Aku tak dapat lagi membendung tangisku. Aku bergeming dalam waktu yang lama, dengan air mata yang mengalir menganak sungai. Sesekali aku terisak. Kurasa ia mendengarnya. Dasar cengeng. Tapi aku tak peduli lagi.
“Ya udah, gimana kalo nanti malam kita berwisata kuliner aja?” ia berusaha menenangkanku. Mungkin ia iba karena aku sudah mulai menangis.
Aku masih tidak menjawab. Isakan tangis cengengku terasa makin kencang.
“Ayolah sayang?” panggilnya dengan nada lembut. “Mau kan?”
“Iya. Mau.” Jawabku akhirnya.
***
Malam itu berjalan seperti biasa. Kami makan nasi goreng Padang yang terkenal lezatnya di kota ini, dengan obrolan ringan dan candaannya yang membuatku tertawa juga jengkel. Gaya bicara dan gaya bercandanya masih seperti Aryo yang kukenal selama ini. Aku jadi lega. Semuanya berjalan baik, seakan-akan kejadian di telpon tadi siang tidak pernah terjadi.
***
(bersambung)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar