Kamis, 14 Agustus 2014

Sungai Musi, Persahabatan dan Cinta


"Nanti kalo masing-masing dari kita sudah berkeluarga, jangan lupa saling kirim kabar," ujarnya ketika kami melewati stadion, tak jauh dari mall Palembang Square.
Aku mengangguk setuju. "Iya dong, kita kan SAHABAT."
"Kalo bisa nanti kita jodohin aja anak kita. Gimana?" sambungnya dengan wajah jenaka.
"Gimana ya? Kita liat nanti, kalo istri kamu cantik ya bolehlaah." jawabku asal.
Ia menoyor pipiku gemas. "Sialan!"
Cowok ini cerewet sekali, batinku.
"Karena jarang-jarang ke Palembang, kamu bakal aku traktir deh. Mau makan apa aja, dimana aja, terserah," ia nyerocos lagi.
"Yang bener?" aku menyikut lengannya rese. Senyum malaikatku berubah menjadi senyum iblis. Huahahaha...
Hari itu kami jalan-jalan mengelilingi kota pempek, dimana tanahnya terbelah dua oleh adanya sungai Musi.
Kami mencicipi semua kuliner yang menurutnyaa paling enak disini. Martabak Har, sate padang, dan pempek tentunya. Kami juga jalan-jalan ke toko buku, pusat perbelanjaan, sampai ke counter hape. Untuk apa? tentu saja belanja. 
Sampai akhirnya kami tiba di keramaian pasar yang terletak di tepi sungai Musi. Wow, kawasan ini makin ramai saja. Terakhir kali aku datang 3 tahun yang lalu, pasar 16 tak serapi ini. Penataan taman, lampu-lampu di jembatan Ampera, dan tulisan-tulisan persuasif tentang Kota Palembang juga sudah semakin indah.
"Kamu sudah pernah belum masuk ke benteng Kuto Besak?" tanyanya ketika kami berjalan santai menuju tepi sungai. Tak jauh dari sana terdapat sebuah benteng yang menjadi salah satu landmark kota Palembang. Benteng Kuto Besak. Bangunan kuno itu berdiri kokoh ditepi sungai Musi, tak jauh dari tempat bersandarnya perahu-perahu getek yang melengkapi keramaian Sungai Musi.
"Belum, tapi aku kurang tertarik masuk kesana."
"Kenapa?" tanyanya heran.
"Aku lebih suka jalan-jalan ke tempat yang alami. Seperti sungai, hutan, gunung, pulau kecil."
"Kalo gitu kita ke Pulau Kemaro yuk?" Iya menarik tanganku, mendekati perahu-perahu yang sedang bersandar.
"Jangan sekarang lah. Nggak seru kalo kita berdua doang," tolakku. Sebenarnya itu alibiku saja untuk menolak. Aku sudah pernah kesana dengan seseorang. 
Dulu... 
Dulu sekali...
Pulau Kemaro itu adalah sebuah daratan kecil yang terbentuk dari endapan tanah  lumpur di tengah-tengah sungai Musi. Sejak zaman dahulu, tempat ini telah dipergunakan oleh pemeluk agama Kong Hu Cu untuk beribadah. Mereka membangun pagoda yang tinggi, patung-patung simbol khas Cina, dan bangunan kuil yang indah untuk beribadah. Namun kini tempat itu bukan lagi hanya sekedar tempat beribadah, melainkan sudah menjadi temat wisata masyarakat umum. Untuk menuju kesana, kita harus menyewa perahu getek atau speedboat dengan waktu perjalanan 10-20 menit. 
Dulu aku pernah kesana, dengan seseorang yang pernah sangat kusukai. Tapi suatu kali ia menjauhiku dan hilang tanpa kabar berita. Sejak itulah semua kenangan yang ada di Pulau kecil itu ingin kulenyapkan dalam memori otakku.
Kini kami duduk di tepi dermaga, menghadap ke sebuah perahu berukuran lumayan besar. Dan menatap pada beberapa anak kecil yang dengan riangnya melompat dari dermaga ke dalam air, berenang, kemudian naik, dan melakukan hal yang sama berulang kali.
Aku diam, dia pun diam. Dan kenangan itu memaksaku kembali untuk mengingatnya...

#Travelfiction
Bersambung...


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar