Sabtu, 02 Agustus 2014

Idul Fitri 1435H di Kampung Halaman



Lama tidak memposting sampah artikel di blog ini, sekarang aku kembali untuk menulis sampah cerita pengalaman lebaran di kampung halaman tercinta. Hell yeah!

Aku pulang ke Bengkulu tanggal 17 Juli 2014 naik bis Family Raya dari Semarang. Perjalanan panjang yang sangat tak terduga, karena lama perjalanan yang semestinya 2 hari 2 malam malah jadi 3 hari 3 malam. Kenapa bisa begitu? Tidak lain karena tragedi amblesnya jembatan Comal yang merupakan jalur utama pantura tepatnya di daerah Pemalang, Jawa Tengah. Iya, pada malam itu *dramatis* bis kami sudah tinggal beberapa langkah lagi melewati jembatan Comal. Hanya menunggu 1 mobil di depan kami. Namun sialnya jembatan itu tiba-tiba ambles begitu saja. Dan bis kami terpaksa berbalik arah ke jalur alternatif yang--entahlah waktu itu aku tidur mulu--memakan waktu sampai 24 jam alias 1hari1malam ditambah dengan kemacetan yang panjangnya bukan kepalang. Alhasil, perjalanan pulang kampungku kali ini berhasil membuat pantat makin tepos.

Keluargaku yang unyu
Singkat cerita, seminggu kemudian lebaran pun tiba. Hari pertama kami habiskan dengan bersilaturahmi dengan keluarga besar di rumah nenek di Bengkulu. Tak lupa berkeliling ke rumah tetangga-tetangga yang kira-kira masak makanan enak *astaghfirullah*. Kebersamaannya itu lho, yang nggak akan didapatkan di hari-hari biasa. Jadi terharu. Eh tambah lagi dink, makanan-makanannya juga nggak akan didapatkan di hari-hari biasa. *ngelap iler*

Lebaran hari kedua, kami sekeluarga pulang kampung ke dusun papa di Sumatera Selatan. Dusun papa itu namanya dusun Dawas, dengan kabupaten Musi Banyuasin. Noohh, hebatkan aku? udah pulang kampung ke Bengkulu, pulang kampung lagi ke dusun Dawas. Dusun Dawas itu dusun yang sangaaat dusun. Soalnya pelosok banget, PLN aja baru beberapa tahun ini masuk kesono.

Jalan menuju dusun Dawas
Perjalanan yang menyenangkan
Disana, kami bertemu dengan sanak saudara serta teman-teman lama papa. Kelihatan sekali rona bahagia di wajahnya karena kesempatan untuk berkumpul seperti ini tidak bisa didapatkan tiap tahunnya. Selama 2 malam disana kami sekeluarga menginap di rumah wak pek, yahh... semacam kakak sepupunya papa lah. Anak-anak wak pek itu sudah berkeluarga dan sukses semua. Salah satu dari mereka adalah TakPi yang lumayan akrab karena sering berkomunikasi lewat media sosial walaupun ia dan keluarganya sekarang menetap di Samarinda. Ohya, TakPi sekeluarga juga pernah ke Semarang dulu dalam rangka liburan keluarga. Dan kini walau kami semua berjauhan, ada yang di Samarinda, di Semarang, di Bengkulu, di Palembang, namun hari raya nan fitri ini mempertemukan kami semua. Subhanallah Walhamdulillah Wallahuakbar :')

Kalau bisa dibilang, Dusun Dawas itu dusun yang memiliki 'ciri khas'. Kalau di daerah-daerah lain kita biasa melihat kebun, gunung dan sawah yang membentang, jangan harap disini kita akan menemukannya. Yang ada disini hanyalah hutan lebat serta kebun-kebun karet dan sawit. Struktur tanahnya terdiri dari tanah lempung yang berwarna jingga dan putih. Tanah model begini yang membuat jalanan berdebu dan daun-daun di pohon berselimutkan debu tebal. Udaranya pun kini terasa lebih panas karena hutan-hutan telah banyak diganti menjadi perkebunan sawit. Kalau siang hari, kepalaku sering sakit dibuat pemandangan sekitar sini.
Tapi dibalik itu semua, dusun ini memiliki keunikan yang bisa dibilang 'satu-satunya' di Indonesia. Adalah spesies tanaman langka yang tumbuh disekitarnya. Pernah mendengar jambu rusia? atau jambu kemang? nah, inilah tanaman langka yang tidak dapat dijumpai di daerah lain di Indonesia kecuali di dusun ini. Jambu rusia berbentuk bulatan-bulatan kecil yang hijau saat mentah dan putih setelah masak. Rasanya asem-manis, tapi aku suka sekali memakannya sejak pertama kali di ajak ke dusun ini bersama sepupu-sepupuku di Palembang. Sedangkan jambu kemang, berbentuk bulat dan panjang, serta berwarna putih ketika masak. Rasanya manis kecut juga sama seperti jambu rusia tadi.
Jambu Rusia
Papa dan duku yang masih mentah
Di dusun Dawas juga banyak sekali pohon duku. Tahu buah duku kan? itu lho, yang buahnya bulat-bulat kecil berwarna kuning keputih-putihan. Terlalu sekali jika ada yang tidak tahu. Nah, hampir di semua bagian belakang rumah warga disana terdapat batang duku, dan kebetulan saat kami datang sedang musimnya duku berbuah.  Jadi kerjaan kami kalau berkunjung ke rumah saudara pasti juluk-juluk duku alias panen langsung dari batangnya. Aaaghh... senang sekali rasanya, yang beginian mana mungkin dialami di Semarang.
Satu kekhasan lagi yang dimiliki Dawas, yaitu gulai jeghuknya. Jeghuk itu kalau di tempat lain namanya 'tempuyak' yaitu durian yang difermentasikan sehingga rasanya berubah jadi asem-asin, dan bisa awet sampai bertahun-tahun. Durian fermentasi ini kemudian digunakan sebagai bahan makanan. Salah satunya adalah gulai jeghuk tadi. Gulai jeghuk biasanya menggunakan ayam sebagai lauknya dan tentu saja jeghuk sebagai kuahnya. Selain gulai jeghuk, durian fermentasi juga bisa dijadikan sambal. Kalau di Bengkulu aku paling suka dijadikan sambal, dengan campuran udang dan petai. Slurppp...
Ayuk Ana dan anaknya
Dari sekian banyak dulur-dulur disana, diantaranya kami juga menghabiskan banyak waktu di rumah ayuk Ana. Ayuk Ana itu tinggal di rumah kami di Bengkulu selama kurang lebih 7 tahun. Ia dipercayai oleh mama-papa untuk mengasuh adik-adikku yang kala itu masih kecil-kecil dan nakal. Sambil dia sekolah SMP dan SMA juga di Bengkulu. Dulu, dia itu jadi teman berantemku di rumah. Aku suka sekali cari masalah sama dia. Suka ngejahilin dia, suka ngejek-ngejek dia. *ketawa setan* Ehh, tau-tau sekarang dia sudah punya anak aja. Suatu kali dia pernah bilang ke aku kalo dia nggak mau nikah buru-buru. Tamat SMA mau cari kerja dulu, mau nerusin kuliah dulu, atau apa dulu lah. Eeehhh, pas pulkam ke Dawas buat lebaran, tau-taunya ada pemuda dusun yang melamar. Langsung nikah deh. Hahaha... ayuk Ana, ayuk Ana. Pokoknya karena itulah keluarga kami jadi akrab dengan mereka. Waktu kesana kami dimasakin makanan enak dan diberi banyak oleh-oleh.
 Ini makanan-makanan yang selalu tersedia tiap lebaran
mama & nenek pisat, adiknya nenek kandung kami
Kami sekeluarga yang narsis ini pun tak lupa beraksi di kamera. Setiap ketemu momen seru pasti di abadikan dengan kamera, baik dari kamera saku maupun kamera ponsel smartfren milikku yang berseri Andromax U. Namun sayang, kebahagiaan kami tersebut tidak bisa begitu saja dishare ke teman-teman dan saudara-saudara secara online karena jaringan smartfren belum tersedia di dusun kecil ini.
Bersama keluarga wak pek sebelum pulang
Hari ketiga disana alias hari lebaran ke-4, kami pun pulang ke Bengkulu. Dengan menempuh perjalanan selama 10 jam dengan si merah kami yang gagah, dan papa selaku supir yang tak tergantikan. Maksudnya nggak ada yang bisa gantiin. T.T
Saat melewati kota Linggau, ponsel smartfren andromax U milikku menangkap sinyal. Aku senang sekali, akhirnya aku bisa meng-share foto-foto kami selama di Dawas ke media sosial. Tak sedikit saudara-saudara kami yang tidak ikut pulang ke Dawas mengomentari foto-foto kami. Dan aku pun menceritakan sedikit banyak pengalaman kami bertemu dengan saudara-saudara yang sudah lama tidak berjumpa. Terakhir, tak lupa aku menulis status "Lebaran itu Indah" di halaman facebook yang mewakili perasaan kami saat ini. :)
Sesampainya di rumah, senyum sumringah di wajah kami telah berganti menjadi wajah-wajah kucel yang kelelahan. Belum lagi mama yang --as usual-- kembali ngomel-ngomel karena menemukan tai kucing teronggok di tiap sudut rumah. Akhirnya kembalilah kami ke alam yang sebenarnya. (>.<)

At least, Selamat Idul Fitri 1435 Hijriah
Minal Aidin Walfaidzin, Mohon maaf lahir batin,

Cora & Family.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar